Rabu, 27 Juni 2012

Berjuang Promosikan Unila, Namun tak Dapat Perhatian


Radio Kampus Universitas Lampung (Rakanila) merupakan radio kampus pertama di Sumatera. Sayang, keberadaan radio ini tidak mendapat cukup perhatian dari pihak terkait. Alhasil, para kru harus bertahan dengan dana minim. 

RUANG berukuran 4 x 6 meter yang terletak di lantai dua Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unila itu adalah studio Rakanila. Namun, para kru radio yang mengudara pada frekuensi 107.9 FM itu lebih akrab menyebut ruang tersebut dengan base camp.
    Seorang mahasiswi berambut sebahu menyambut kedatangan Radar Lampung kemarin. ’’Siang Mas. Silakan masuk ke base camp sempit kami. Maaf ya Mas kalau kurang nyaman,” sapa mahasiswi yang belakangan diketahui bernama Clara itu.
    Saat itu, ada sepuluh kru di base camp. Ruang tersebut disekat menjadi dua. Satu bagian untuk studio, sisanya ruang tamu. Ruang tamu itu terasa cukup sesak karena dipenuhi kru. Belum ditambah adanya meja dan lemari serta pemancar.
    ’’Beginilah keadaan kami, Mas. Bayangkan saja, base camp yang ukurannya hanya 4 x 6 meter ini disekat menjadi dua,” ujar Erwin Tri Haryanto, direktur Rakanila.
    Setelah sedikit berbasa-basi, mahasiswa fakultas hukum ini mulai menceritakan sejarah berdirinya Rakanila.
Radio kampus ini didirikan akhir tahun 1999 dan dikukuhkan tanggal 19 Januari 2000. Awalnya, radio ini hanyalah sebuah alat handy talkie (HT). Saat itu, ada mahasiswa yang memang senang berkomunikasi melalui HT.
Dari sini, muncul ide untuk membuat radio. Terlebih, universitas yang  dijuluki Kampus Hijau itu belum memiliki radio kampus. Dari sini, radio berkembang hingga seperti sekarang.
    Radio yang memiliki 150 kru ini mengudara sejak pukul 06.00-24.00 WIB, kecuali Minggu dan hari libur. Program-program yang disiarkan disesuaikan kebutuhan akademis.
    Misalnya talkshow tentang kegiatan kampus, serta informasi tentang pendidikan dan dunia kampus. ’’Tetapi, ada juga program entertain-nya,” kata Erwin.
Ditambahkan, Rakanila cukup memiliki andil dalam mempromosikan Unila, bahkan Lampung, di tingkat nasional. Tentunya, hal ini disesuaikan bidang yang digelutinya, yakni radio broadcasting.
Bahkan dalam rentang waktu sepuluh tahun, Rakanila telah menyelenggarakan berbagai even tingkat nasional.
’’Kami pernah menggelar acara Boom Rakanila yang menghadirkan band The Fly pada tahun 2002. Waktu itu booming-nya memang grup The Fly,” kenang Erwin.
Kegiatan lain yang digelar adalah Clear Top Ten bareng Dewi Sandra, Class Akustik yang bekerja sama dengan antv. Kegiatan itu menghadirkan  grup Coklat, Tere, dan Ten 2 Five.
Gelaran paling anyar di 2010 akan dilaksanakan 12 Mei. Yakni Clas Sensasi Hits Tour Sumatera yang menampilkan Geisha di pelataran GOR Unila.
’’Ini semua dilakukan untuk mempromosikan Unila di tingkat nasional,” kata Erwin.
Ditambahkan Arif, direktur ke-3 Rakanila, ia memiliki pengalaman cukup menarik mengenai radio itu. Beberapa tahun silam, ia pernah berkunjung ke Jawa untuk menghadiri kegiatan mahasiswa.
Ternyata, mahasiswa di sana menduga bahwa Rakanila adalah radio milik Universitas Lambung Mangkurat di Sulawesi. ’’Dari situ, saya berniat mempromosikan Unila, bahkan Lampung. Dengan begitu, tidak ada orang yang salah persepsi,” kata lelaki bertubuh sedang ini.
Sayangnya, semangat yang dimiliki kru Rakanila tidak begitu mendapat respons. Menurut Arif, pihaknya kerap kecewa dengan para petinggi Unila.
    ’’Kami terkadang merasa tidak diperhatikan. Lihat saja base camp ini. Belum lagi alat pemancar yang tidak maksimal,” katanya.
    Arif mengaku Rakanila sudah beberapa kali meminta bantuan ke rektorat untuk memperbaiki peralatan. Namun, tidak ada respons dari pihak rektorat.
    ’’Padahal kalau dipikir, Rakanila merupakan aset yang luar biasa bagi Unila. Tetapi, mengapa kami seperti dianaktirikan,” keluhnya.
    Hal senada diungkapkan Levi Tuzaidi, direktur pertama Rakanila. Ia mengungkapkan, hambatan selalu dihadapi saat menggelar kegiatan, khususnya untuk masalah sponsor.
    ’’Apalagi kalau sponsornya rokok, selalu dilarang. Sebenarnya, kami tidak masalah jika perusahaan rokok tidak diperbolehkan menjadi sponsor, asalkan rektorat mau dan membiayai setiap acara kami,” katanya.
Levi juga mengungkapkan, sponsor yang paling realistis adalah rokok. ’’Tetapi, itu dilarang. Di sisi lain, mengapa dengan senang hati pihak kampus menerima pemberian beasiswa dari perusahaan rokok,” kata Levi saat ditemui di acara Tech-fest on Rakanila kemarin.
    Untungnya, meski banyak hambatan yang dihadapi, kru Rakanila tetap memiliki semangat. Meskipun itu berarti bahwa mereka harus patungan untuk melakukan sebuah kegiatan.
    ’’Bagaimanapun, kami mencintai Rakanila. Sampai kapanpun, nama Rakanila akan terus mengudara. Meskipun harus tetap survive,” tegas Erwin.
    ’’Kami bangga. Walaupun studio kami mungil, output yang kami hasilkan diakui dunia luar,” tambahnya. (ais)


1 komentar: